Payung Ajaib

Dikisahkan, ada seorang anak perempuan kecil bernama Juli. Di suatu hari, Juli bangun pagi-pagi sekali hendak pergi membeli koran. Toko yang menjual koran itu tidak jauh dari rumahnya, Juli hanya perlu menuruni bukit dan toko itu terdapat di sudut jalan.

Juli hampir sampai di toko itu saat hujan mulai turun. Sambil menunggu dilayani, Juli melihat ke luar melalui jendela toko. Di luar, hujan turun dengan lebatnya. Tiba- tiba terjadilah keanehan. Hujan berhenti beberapa saat, kemudian turun lagi dengan derasnya. Juli bertanya-tanya dalam hati mengapa perilaku hujan aneh seperti itu, curah hujan bagaikan pancuran air di rumahnya yang bisa dihidupkan atau dimatikan.

Sewaktu Juli bersiap pulang, hujan turun lagi dengan lebatnya. Juli memakai jas hujannya, tanpa jas hujan ia pasti akan basah kuyup. Saat Juli membuka pintu, seorang anak laki-laki yang tidak dikenalnya dan bekerja di toko itu, berkata kepadanya,

“Pakailah payung ini! Kau boleh mengembalikannya kapan saja. Coba selidiki pula mengapa hujan turun lain daripada biasanya!”

Juli menerima payung besar berwarna biru. Sewaktu payung itu terkembang, Juli memang terlindung dari siraman air hujan. Tetapi, ia jadi tidak dapat melihat sekeliling karena payung itu amat lebar. Juli mendaki bukit sambil merenung. Pesan anak laki-laki tadi terasa aneh. Lebih aneh lagi saat angin menerpa payungnya, tubuhnya mendadak terangkat ke udara.

Payung itu menerbangkan Juli, anak perempuan itu berusaha keras mempercayai keadaan tersebut. la melihat ke bawah. Orang-orang, mobil-mobil, juga rumah-rumah, apa pun yang ada di bumi tampak kecil-kecil. Juli tidak tahu harus berbuat apa, ia takut jika harus melepaskan diri dari payung. Sebab, ia kini berada amat tinggi di angkasa.

Angin yang bertiup kencang kemudian melembut, Juli pun mulai menyukai petualangannya. Burung-burung terbang di sekelilingnya, beberapa di antaranya bahkan bertengger di payungnya. Mereka beristirahat sambil berceloteh riang.

Oh, segala sesuatu terjadi secara ajaib. Payung Juli menumbuk sesuatu lalu berhenti terbang. Juli mengintip dari sisi payungnya sambil membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya. Tiba-tiba seseorang menarik Juli ke atas sebuah awan.  Awan itu lembut dan nyaman, tidak seperti yang Juli bayangkan selama ini. Juli menutup payungnya, lalu di hadapannya terlihatlah seorang gadis cilik berambut hitam keriting.  Gadis awan itu menanyai siapakah Juli, lalu Juli segera menuturkan pengalamannya.

Gadis awan itu lalu mengenalkan dirinya, dia bernama Noosha. Noosha ternyata sedang mencari adiknya, Robi. la pergi mengendarai awan hitam yang gerakannya lebih cepat, maka dari itu dia tidak dapat menyusulnya. Robi memang nakal, ia menurunkan hujan di tempat-tempat yang seharusnya tidak turun hujan. Itulah sebabnya hujan turun secara aneh di kotanya.

Tiba-tiba Noosha berteriak melihat Robi, dan Robi pun melambai ke arah Noosha. Noosha mendesah, dia tidak tahu bagaimana harus membawa Robi pulang. Ayahnya pasti sangat marah jika ia tahu Robi menurunkan hujan di sembarang tempat.

Juli pun iba, ia ingin menolong Noosha. Tiba-tiba Juli mendapat gagasan untuk menggunakan payung sebagai layer. Karena kebetulan angin bertiup searah dengannya, maka Robi pasti dapat disusul. Juli segera mengembangkan payungnya, dan kedua gadis cilik itu segera meluncur menyusul Robi.

Robi tahu kalau dikejar, lalu ia segera mempermainkan kedua anak perempuan itu. Disuruhnya awannya terbang tinggi-tinggi di angkasa kemudian turun, lalu zigzag. Anak laki-laki itu menyeringai, dan berteriak mereka tidak akan dapat menangkapnya. Robi terbang tinggi-tinggi, tepat di atas kedua anak perempuan itu. Lalu, ia menuangkan air dari penyiram bunga yang dipegangnya. Alhasil, Juli dan Noosha jadi basah kuyup.

Kedua gadis cilik itu terus mengejar Robi. Mereka kini amat dekat dengan Robi, namun belum dapat menyentuhnya. Juli tiba-tiba mendapat ide untuk menangkap Robi saat mereka berada di dekat Robi. Secepat kilat Juli menutup payungnya, lalu ia menggaet pinggang Robi dengan tangkai payungnya.

Robi meronta-ronta dan menyepak-nyepak, sehingga air dalam penyiram bunganya tersiram ke badannya. Noosha lalu meminta Robi untuk tenang dan nurut, sambil menarik Robike awan yang dinaikinya. Noosha sangat berterima kasih kepada Juli, dan ia menawari Juli sebuah Arum Manis.

Arum Manis yang diberikan Noosha rasanya aneh tetapi amat lezat. Robi segera berubah menjadi anak yang manis. Tiba-tiba, Juli teringat bahwa ia harus segera pulang. Celakanya, ia tidak tahu jalan menuju rumahnya.

Saat Noosha mengamati payung Juli, ia jadi teringat sesuatu. Payung itu seperti milik kakaknya yang tinggal di bumi bersama pamannya. Payung itu sebenarnya adalah awan yang khusus digunakan untuk bepergian. Noosha pun berkata pada Juli agar jangan takut, karena paying itu akan membawanya pulang.

Juli mengucapkan selamat berpisah kepada Noosha dan Robi. la lalu berdiri di pinggir awan, mengembangkan payung, dan melompat ke udara. Juli melayang-layang turun ke bumi. Sewaktu ia menjejakkan kakinya di bumi, hujan sudah berhenti. Itu pasti karena Robi kini tidak lagi bermain-main dengan penyiram bunganya.

Juli mengembalikan payung biru itu kepada pemiliknya. Sewaktu mengamati anak laki-laki itu, Juli amat yakin bahwa ia adalah abang Noosha dan Robi. Sebab, ia mirip sekali dengan Robi. Seakan tahu apa yang dipikirkan Juli, anak laki-laki itu tersenyum dan berkata bahwa Juli boleh pinjam payungnya kapan pun dia mau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *